Menarik dan
menggelitik membaca tulisan Imam Addaruqutni yang berjudul “Teologi Politik
Qadariyah-Jabariyah dan Perspektif Indonesia” Dalam tulisannya itu, Addaruqutni
memulai kajiannya dengan membandingkan pola pemikiran teologi politik Qadariah
dengan pola pemikiran teologi politik Jabariah. Secara doktrinal, kedua aliran
teologi ini memang berada pada dua ujung ekstrim yang sangat kontras dan
paradigm ajaran-ajarannya memiliki spesifikasi yang satu sama lain sangat
berbeda secara fundamental. Struktur dan karakteristik ajaran kedua aliran
teologi ini tidak mungkin mencapai titik temu atau rekonsiliasi.
https://2.bp.blogspot.com |
Qadariah Versus Jabariyah
Aliran Qadariah
lebih bersifat antroposentris dalam arti bahwa ia lebih memberikan status,
posisi dan peran yang sangat besar dan signifikan kepada manusia. Dalam visi
Qadariah, manusia, dengan kemampuan nalar dan akal budinya, memiliki kehendak
bebas yang secara luas dapat menentukan segala kehendak dan perbuatannya.
Dengan Bahasa yang lebih tegas, Qadariah mengajarkan agar manusia “tidak
menyerah” begitu saja kepada takdir, akan tetapi ia hendaknya untuk mengolah
dan menentukan jalan takdirnya sendiri. Dengan begitu, menurut kesimpulan
Addaruqutni, manusia penganut faham Qadariah bersifat aktif, dinamis, rasional,
demokratis, liberal dan anti kemapanan.
Sebaliknya,
aliran Jabariah lebih bersifat teosentris dalam arti bahwa Tuhan (dengan
seperangkat takdir-Nya) terlalu banyak campur tangan dalam menentukan segala
kehendak dan perbuatan manusia. Karenanut manusia selalu berada dalam
bayang-bayang cekaman takdir Tuhan, maka para penganut faham ini akan bersifat
pasif, pasrah, nrimo, kurang memiliki kebebasan yang penuh untuk
menyatakan kehendak dan tindakannya. Menurut Addaruqutni, para penganut faham
Jabariah bersifat akomodatif dan bersikap toleran terhadap kemapanan. Mereka menerima semua ini karena telahditentukan dan ditakdirkan oleh Tuhan sebagai garis nasib mereka yang mesti dijalani di dunia ini.
Setelah membandingkan doktrin pokok aliran teologi Qadariah dan faham teologi aliran Jabariah sebagaimana terurai diatas, Addaruqutni berkesimpulan bahwa visi teologi politik bangsa indonesia adalah bercorak Jabariah. Konklusi Addaruqtni ini didukung dan diperkuat oleh hasil-hasil pengamatannya terhadap falsafah dan kehidupan politik bangsa Indonesia, terutama yang melekat pada budaya Jawa. Dia mengemukakan banyak contoh, antara lain menunjuk pada idiom-idiom yang dipandangnya sebagai corak kejabariahan yang hidup dalam kebudayaan Jawa, seperti keris dan gapura, term-term filsafat seperti nrimo in pandum, alon-alon asal klakon, manusia berencana dan Tuhalah yang menentukan, dsb. Berdasarkan hasil-hasil observasinya itu, Addaruqutni berkseimpulan bahwa teologi politik Indonesia bercorak Jabariah.
Jika kita hanya terpancang pada sebatas contoh-contoh yang dikemukakan oleh Addaruqutni di ats, kita boleh jadi akan mudaj setuju dengan pendapatnya bahwa paradigma politik bangsa indonesia bercorak Jabariah, yang menyebabkan bangsa Indonesia dalam pandangan Addaruqutni bersifat apatis, fatalistik, pasrah dan menerima nasib sebagaimana adanya. Akan tetapi, apabila kita melihat spektrum kehidupan politik bangsa dalam perspektif yang lebih luas yang memproses dalam kurun waktu yang panjang dari sejak masa penjajahan, terus kemasa perang kemerdekaan dan dilanjutkan kemudian ke masa sekarang ini. Kita akan segera meragukan pendapat Addaruqutni itu.
Sekian untuk artikel yang singkat ini, bilamana ada kesalahan tolong dikoreksi. Isi kolom komentar di bawah ini.
*Dikutip dari buku ilmiah karya Prof. Dr. H. Faisal Ismail, MA dengan judul "Ketegangan Kreatif Peradaban Islam" Idealisme Versus Realisme.
2 komentar
Teologi dan Politik, artikel yang cukup menggelitik.
Ajiiib, jgn bosen2 kunjungi berkaspengetahuan.com yaaa :D :D